Ramalan Soeharto Abad Ke-21

Kamis siang, 5 September 1996, di Istana Negara, Jakarta, Presiden Soeharto menyampaikan pidato pembukaan Pekan Kerajinan Indonesia Ke-7. Dalam pidatonya, Soeharto meramalkan, di abad ke-21, peranan utama dalam kehidupan dan pembangunan bangsa Indonesia terletak di tangan rakyat dan dunia usaha. Kini, kita berada di abad ke-21.

 

”Beberapa tahun lagi abad ke-20 akan kita tinggalkan dan kita akan memasuki abad ke-21. Berbeda dengan abad ke-20, maka abad ke-21 yang akan datang adalah zaman yang mengharuskan semua bangsa meningkatkan kerja sama yang erat. Di lain pihak, juga merupakan zaman yang penuh dengan persaingan yang ketat,” kata Soeharto saat itu.

 

Tahun 2003, kata Soeharto, kawasan Asia Tenggara akan menjadi kawasan perdagangan bebas, dan tahun 2010, kawasan Asia Pasifik akan membuka diri bagi masuknya barang dan jasa dari negara-negara berkembang sebagai wujud kerja sama APEC. ”Pada tahun 2020, kita harus membuka lebar-lebar pasar kita bagi produk-produk negara maju. Perkembangan ini akan membawa pengaruh besar bagi kehidupan dan pembangunan bangsa kita,” lanjutnya.

 

Dalam situasi demikian, menurut dia, peranan utama dalam kehidupan dan pembangunan bangsa akan berada di tangan dunia usaha dan rakyat sendiri, tidak lagi di tangan pemerintah. Pemerintah akan lebih banyak mengemban peran tut wuri handayani. Dalam arti, ke dalam, pemerintah harus mengembangkan kemampuan rakyat dengan memberi peluang dan kesempatan lebih besar untuk mengembangkan kreativitas dan prakarsa. Ke luar, pemerintah harus meningkatkan daya saing di seluruh aspek kehidupan.

 

Menghadapi abad ke-21, Soeharto menunjukkan pentingnya mengembangkan industri kecil dan kerajinan rakyat. Namun, dalam kenyataan, sebelum masuk abad ke-21, Soeharto jatuh.

 

Pengamat dan penulis masalah politik dan sosial, Sukardi Rinakit, mengatakan, ramalan Soeharto benar. Tahun 1998, krisis segala bidang kehidupan Indonesia mencapai puncaknya. Akan tetapi, kata Sukardi, ekonomi bisa selamat berkat kreativitas rakyat dalam usaha kecil dan menengah. ”Krisis ekonomi 1998 teratasi karena kreativitas rakyat dalam usaha kecil dan menengah lagi. Berkat penyelamatan itu, usaha besar bisa tumbuh,” ujar Sukardi.

 

Usaha kecil rakyat jadi penyelamat. Maka, pengusaha besar, menurut Sukardi, harus bisa menjaga kelangsungan kehidupan ini, antara lain mengurangi emisi, menjaga lingkungan hidup, menanam banyak pohon, dan ikut mengurangi banjir.

 

”Ikut mencegah banjir dan menanam pohon di halaman? Wah, itu sulit dan bisa menutup umbul-umbul yang kami pasang. Kami, kan, showroom mobil. Namun, akan saya usulkan ke pimpinan saya,” ujar pemimpin showroom mobil Jepang di Ciledug Raya, Jakarta. Wuih, demi umbul-umbul?

 

Sumber : kompas.com